Zahedi Riza Sjahranie (Eet Sjahranie) selalu dihubungkan dengan kepiawaiannya memetik dawai gitar. Setelah Ian
Antono, Eet disebut-sebut sebagai jawara gitar di tanah air. Imej itu memang
layak disandangnya. Terlebih ia kini menjadi salah satu gitaris grup rock
Indonesia yang cukup disegani, EdanE.
EdanE |
Dilahirkan di Bandung, 3 Februari 1962
dengan nama Zahedi Riza Sjahranie, anak ketujuh dari kedelapan bersaudara ini
mulai menyenangi musik saat menginjak usia 5 atau 6 tahun. Maklum kakak-kakanya sering memutar lagu-lagu barat, seperti Deep
Purple, Jimi Hendrix, Led Zeppelin, The Beatles, hingga Bee Gees.Kendati diakuinya hal itu sedikit banyak memengaruhi kepekaan rasanya dalam
bermusik, bukan gara-gara itu yang menggugah hatinya belajar gitar.
"Justru yang membuat saya mendalami musik karena melihat Koes Plus. Asyik
banget melihat aksi panggung Yok atau Yon Koeswoyo," ujar Eet mengenang.
Awalnya ia belajar gitar dengan seorang anak yang jadi yang juru parkir di
depan sekolahnya di Samarinda Kalimantan Timur, tempat keluarganya bermukim
saat itu. Sehabis pulang sekolah, ia selalu mengajak sohib-sohibnya belajar
gitar bersama. Sejak itu "secara alamiah saya belajar sendiri,"
tuturnya. Mulai dari lagu daerah, folksong, dangdut sampai lagu-lagu pop yang
sedang populer saat itu ia coba untuk mencari akord-akordnya.
Di masa kecil, sesekali Eet sering diajak ayahnya, Abdoel Wahab Sjahranie yang
pernah menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Timur era 1967-1977, ke Jakarta, sekalian
mengunjungi kakaknya yang sedang studi di Ibukota. Sang kakak kebetulan mahir
bermain gitar klasik. Kesempatan itu tidak disia-siakan Eet untuk mencuri
ilmunya. "Lumayan ia mengajarkan satu lagu klasik," katanya . Sekembalinya, Eet menunjukan kebolehannya di hadapan teman-temannya. Merasa
mendapat perhatian lebih dari kawan-kawannya, Eet kian percaya diri untuk lebih
mendalami teknik permainan gitar. Lagu-lagu yang rhythm dan petikan melodinya
enggak gampang, ia jelajahi. Keinginannya pun semakin menggebu ketika orangtuanya
membelikan gitar elektrik. Berbeda yang ia alami saat memetik gitar akustik,
dengan gitar elektrik ia mulai tahu sound-sound aneh. Referensi musiknya
sedikit demi sedikit mulai bertambah. "Orientasi saya tidak lagi dengar
lagu-lagu Indonesia, tapi lagu-lagu barat. Kayaknya lebih asyik," tutur
Eet.
Pada 1978, keluarga Sjahranie hijrah ke Jakarta. Ia melanjutkan sekolah di
Perguruan Cikini. Tahu Eet jago main gitar, teman-teman sekolahnya yang suka
ngeband mengajaknya ikut Festival Band SLTA se-Jakarta. Tak disangka, Eet
mendapat gelar gitaris terbaik, sedang Cikini's Band menduduki peringkat kedua.
Selain itu, Eet ikut membantu pengisi musik untuk operet sekolahnya. Di situ ia
bertemu Iwan Madjid, yang lalu mengenalkannya dengan Fariz RM dan Darwin. Mereka sepakat membentuk grup band bernama WOW. "Tapi belum
terealisir saya sudah kadung pergi ke Amerika," ujar Eet. (WOW sendiri
sempat mengeluarkan album, tanpa Eet).
Di negeri Paman Sam, Eet mengambil
Workshop Recording Sound Engineering di Chillicote, Ohio selama tiga bulan.
Selama di sana, ia banyak bertemu musisi Indonesia, yang juga sedang studi
musik, antara lain kawan lamanya Fariz RM dan Iwan Madjid, serta Ekie Soekarno.
Pertemanan mereka berlanjut sampai di tanah air. Dalam beberapa kesempatan, Eet
kerap diajak rekaman. Saat Fariz RM menggagas proyek album Barcelona, Eet
mengisi sound gitarnya. Atau waktu Ekie Soekarno membuat album Kharisma I dan
Kharisma II. Saat menggarap album Ekie, Eet bertemu Jockie Surjoprajogo, yang
lalu mengajaknya masuk God Bless, menggantikan posisi Ian Antono. Tak hanya
sebagai player, Eet juga ditawari produser rekaman untuk menggarap beberapa
proyek album solo rock. Dari beberapa nama yang diajukan, Eet memilih Ecky
Lamoh. Alasannya, ia sudah tertarik dengan warna vokal Ecky sejak sama-sama
mengisi album Kharisma-nya Eki Soerkarno. Tapi, Eet ingin format solo album
diubah menjadi duo. Titelnya "E dan E", singkatan dari Ecky Lamoh dan
Eet Sjahranie. Namun, ditengah jalan, kedua musisi ini malah membentuk grup
band. Fajar S. (drum) dan Iwan Xaverius (bas) yang sejak awal ikut merancang
konsep album mereka, diajak bergabung. Jadilah namanya berubah menjadi EdanE.
Bersama EdanE, Eet mencurahkan kemampuannya dalam bermain gitar. Impiannya menjadikan grup rock, yang paling tidak secara musical sama kualitasnya dengan grup-grup rock dari luar, berusaha ia wujudkan. Hasilnya, semua orang mengakui Eet terbilang berhasil mempresentasikan musik rock yang bermutu. Sayatan-sayatan gitar yang bertehnik serta eksperimen distorsi sound-nya yang sulit, banyak membuat orang berdecak. Maka, tidak terlalu berlebihan jika ia dijuluki salah satu kampiun gitar rock di Indonesia.
Bersama EdanE, Eet telah banyak memiliki penggemar karena cara dia memainkan gitar sungguh tak dapat dipandang sebelah mata. Dalam debutnya bersama EdanE, Eet telah mengeluarkan 6 album.
Diskografi
- The Beast
Diproduksi oleh AIRO Records & EdanE (1992)
- Evolusi
- Ikuti
- The Beast
- Masihkah Ada Senyum
- Menang Atau Tergilas
- Life
- Opus #13 (Ringkik Turangga)
- Liarkan Rasa
- You Don't Have To Tell Me Lies
Dalam abum ini warna EdanE dalam bermusik masih sangat
garang karena aroma rock yang sangat kental. Formasi pada album perdana ini
adalah Eet Syahranie (gitar), Ecky Lamoh (vokal) Iwan Xaverius (bass), dan
Fajar Satritama (drum).
Dalam album ini yang menjadi hits adalah "Ikuti" dan "The Beast" karena cara mereka mengarensemen musiknya sungguh sangat luar biasa dengan kegarangan Eet bersama suara melengking Ecky dan tak lupa dentuman drum Fajar yang dibarengi dengan cabikan bas Iwan, membuat para pecinta musik pada era tersebut merasakan ada nuansa musik baru yang menggetarkan jiwa. Namun itu semua tak berlangsung lama karena ada masalah intern dalam tubuh EdanE yang membuat Ecky harus hengkang dari EdanE. Namun demikian EdanE tetap berjalan terus.
Dalam album ini yang menjadi hits adalah "Ikuti" dan "The Beast" karena cara mereka mengarensemen musiknya sungguh sangat luar biasa dengan kegarangan Eet bersama suara melengking Ecky dan tak lupa dentuman drum Fajar yang dibarengi dengan cabikan bas Iwan, membuat para pecinta musik pada era tersebut merasakan ada nuansa musik baru yang menggetarkan jiwa. Namun itu semua tak berlangsung lama karena ada masalah intern dalam tubuh EdanE yang membuat Ecky harus hengkang dari EdanE. Namun demikian EdanE tetap berjalan terus.
- Jabrik
Diproduksi oleh EdanE (1994) 1. Wake Of The Storm 2. Jungle
Beat 3. Jabrik (Big Town) 4. Victim Of The Strife 5. Call Me Wild 6. Pancaroba
7. Kharisma 8. Way Down 9. I.X.S 10. Alam Manusia 11. Burn It Down 12.
Kurusetra
Dalam album ini bisa dikatakan EdanE seperti tak dapat tertandingi, karena dalam kepiwaian dan kepropesioanal masing masing mereka dapat menciptakan lagi album yang sungguh membuat bulu kuduk merinding. banyak sekali melodi yang sangar namun harmonis di ciptkan oleh eet dan juga tak lupa dalam Album ini mereka bertambah sangar dengan masuknya Heri batara kedalam formasi ini, dimana swara heri yang serak namun melengking itu membuat EdanE memiliki musik yang jarang di indonesia saat itu malahan mungkin hanya mereka yang memiliki warna seperti itu. Wake of storm, jungle beat, call me wild, pancaroba, waydown, alam manusia,jabrik, burn it down juga menampilkan kegarangan eet dimana soundnya dalam memainkan gitar tersebut sangat terasa sekali warna seorang eet yang sangat dikagumi. apalagi dalam album ini iwan xaverius juga memperlihatkan skilnya dalam hits nya I.X.S (Iwan Xaverius Solo), dan juga eet sjahranie yang memainkan musik sedikit melow namun tetap garang dalam album ini, apalagi kalau bukan victim of the strife, swara heri batara yang serak tersebut saat menyanyikan victim of the strife seperti mengingatkan kita pada musisi - musisi luar negeri van halen, yngwie malmsteen, deep purple, dll.
- Borneo
Diproduksi oleh EdanE (1996)
- Borneo I - Borneo II
- Semua Begini
- Free Granny
- Mimpi
- Kebebasan
- Lari
- Lukisan Dunia
- Satu
Sekali lagi EdanE meluncurkan album nya dan tetap dengan
formasi Eet syahranie (guitar), Heri Batara (vokal), Iwan Xaverius (bass), dan
Fajar Satritama (drum). Namun sedikit dibantu dengan addetional player yaitu
fatah mardiko yang membantu heri batara menyanyikan lagu - lagu garang. Dalam
album ini borneo dan semua begini sedikit memberikan nuansa daeraH kalimantan
saaT awaL masuknya lagu ini. itu mungkin karena eet adalah seorang yang berasal
dari kalimantan karena itu lah dia memberikan satu aransemen musik kalimantan.
tak lupa juga saat lagu "satu" Eet memetik gitarnya dan menciptkan
keharonisan dalam memainkan musik rock. Untuk sekali lagi EdanE masih tetap
bertenggeR dalam musik rock Indonesia.
- 9299 (kompilasi)
Diproduksi oleh EdanE (1999)
- Rock On
- Dengarkan Aku
- Ikuti
- Big Town
- Pancaroba
- The Beast
- Untuk Dunia
- Borneo
- Free Granny
Sekali lagi EdanE tetap menciptakan lagu rocknya. walaupun
daLam album kompilas ini banyak dicampurkan dengan lagu sebelumnya namun EdanE
tetap menambaH beberapa lagu juga daLam alBum ini seperti Rock on, dengarkan
aku, untuk dunia.
- 170 Volts
Diproduksi oleh Jan Djuhana (2002)
- 170 Volts
- Kau Pikir Kaulah Segalanya
- Saksi Anarki
- Luzadis
- Hilang
- Bus Station
- Fitnah
- Lari II
- Bintang Masa Depan
- Goblog
- Kau Ku Genggam
- Paraelite
Mungkin di album inilah EdanE mendapatkan masa kejayaan yang
luar biasa. pasalnya dalam album ini EdanE melemparkan hits "Kau pikir
kaulah segalanya", membuat para anak muda dan ABG yang ada di Indonesia
menjadi sangar gemar untuk menyanyikan lagu ini.dalam album ini juga EdanE
telah kontrak bersama Sony BMG dimana sebelumnya EdanE berada di bawah label
aquarius. dalam album ini EdanE memiliki seorang vocalis yang sudah tidak asing
dalam dunia rock. seorang Trison manurung Ex-roxx, band yang sempat membuat log
zhelebouR memberikan penghargaan buat mereka karena mereka sempat membuat hits
yang banyak dibawa oleh anak band di seluruh indonesia. Formasi mereka, yakni
Eet Sjahranie (gitar), Trison Manurung (vokal), Iwan Xaverius (bass), dan Fajar
Satritama (drum).
- Time to Rock (2005)
- Rock in 82
- Kilat
- Takkan menghilang
- Cahaya
- Ini aku
- Cry out
- Time to rock
- Judgement day
- Time & time
- D14
- Sampai Kapan
- Untuk Dunia
Merasa musik mereka telah di gandrungi
para aBg maka mereka segera mencoba melemparkan album lagi. dimana "rock
in 82" menjadi hits-nya. namun dalam album ini EdanE tidak secemerlang
album sebelumnya. akan tetapi EdanE tetap saja memiliki fans sendiri. karena
dalam hits nya ia menceritakan tentang kehidupan anak muda saat zaman era rock
'n' roll yang masih kental akan melodi. tapi eet tetap saja selalu dan tetap
selalu menjadi inspirasi bagi gitaris Indonesia. karena album - album yang dia
telah lempar kedunia permusikan tetap selalu hidup dan tetap mendapatkan selalu
penggemar yang baru. EdanE juga memasukkan intro album untuk dunia (intro)
walaupun dengan bentuk berbeda.
2 komentar:
Edane makin lama bukan malah mkin melempem...tapi makin tua makin jadi..makin SANGAARRRR...Hardcore abisss deh pokokny
OM Eet guitarist legend...ampun deh klo udh dnger sayatan gitarny....RRRAAAAWWWWKKK
ada yang punya not atau partitur nya evolution edane gak ?
Posting Komentar